Junaedah

Mom, Teacher, Writer...

Selengkapnya
Navigasi Web

TERPASUNG KATA

Junaedah

Part 78 Belum ada satu orang pun, ketika Indah memasuki kelas. Diangkatnya tangan kanannya hingga siku, membentuk sudut 45 derajat. Dilihatnya waktu melalui arloji di pergelangannya. Heran, padahal mestinya Indah terlambat. Angkot pertama yang ditumpanginya pecah ban, sehingga harus menunggu lumayan lama untuk menggantinya. Sedang angkot kedua, yang jurusan ke kampus dari terminal, selalu penuh sebelum Indah sempat naik. Jadi, cukup lama juga menunggu antrian. Dengan masih bertanya-tanya dalam hati Indah melangkahkan kakinya meninggalkan ruang kelas. Tempat yang ditujunya adalah perpustakaan. Tempat di mana biasanya dia bisa menghabiskan waktu jika tidak ada pembelajaran karena dosen tidak hadir. Dari arah kantin, sebelum ia sampai ke perpustakaan, terdengar suara memanggilnya. "Teh Indah, sini!" Seorang gadis melambaikan tangan ke arahnya. Dia Rani, mahasiswi termuda di kelasnya. "Kok pada ngumpul di sini? Emang Pak dosennya gak masuk?" tanya Indah begitu sampai di hadapan teman-temannya. "Iya, katanya sih, anaknya kecelakaan tadi pagi. Keserempet motor waktu mau berangkat sekolah. Beliau cuma nitip tugas. Nih, udah aku kopikan buat teteh." Rani menyorongkan dua lembar kertas HVS yang distaples. "Thanks, ya, Ran. Kamu emang adik Teteh yang the best." Indah meraihnya sambil mencubit pipi berlesung Rani. "Aku ke perpus dulu ya, cari referensi." "Nanti aku minta sontekannya, ya!" Teriak Rani sebelum Indah menghilang di kelokan menuju perpustakaan. Indah langsung menuju meja tempat ia biasanya mangkal, jika memasuki ruang perpus. Dua buah buku dan beberapa lembaran kertas tergeletak di atas meja. Namun, pemiliknya tak kelihatan batang hidungnya. "Siapa pula yang berlaku seenaknya meninggalkan meja perpustakaan berantakan. Di tempat favoritku lagi," pikirnya. Sebelum tangannya menyentuh benda- benda tersebut untuk merapikannya, sebuah suara mengejutkannya. "Akhirnya datang juga. Aku tunggu dari tadi. Nih, tugas buat matakuliah Praktik Ibadah. Dosennya berhalangan masuk." Ternyata Fauzi, pemilik buku dan kertas yang di atas meja itu. Baru saja dia berada di deretan rak untuk mencari referensi lainnya, sehingga Indah tak melihatnya. Dia mengangsurkan satu eksemplar tugas yang tadi terserak di meja. Sebenarnya suara Fauzi tidak terlalu keras. Karena memang tata tertib berada di ruang tersebut, salah satunya larangan menimbulkan suara berisik. Akan tetapi, Indah merasa cukup terkejut dan gugup. Dengan canggung dan salah tingkah, Indah mengambilnya, lalu meletakkannya kembali ke atas meja. "Eh, aku udah punya, nih. Dari Rani." Diperlihatkannya kertas yang tadi diberikan Rani kepadanya. "Oh, kalau begitu, ayo kita mulai. Ini aku udah dapat beberapa buku buat referensinya." Fauzi meletakkan empat buku yang didekap di tangan kirinya. Lalu duduk di kursi, berhadapan dengan posisi duduk Indah. Beberapa mahasiswa yang berbeda angkatan, nampak satu dua orang memasuki ruang perpustakaan. Namun, tak satu pun teman satu angkatan yang terlihat. Nampaknya mereka masih asik menghabiskan makan dan minumnya sambil mengobrol di kantin. Selama mengerjakan tugas hingga selesai, Indah lebih banyak diam. Cukup hanya mengangguk, menggeleng, dan menanggapi dengan kata-kata pendek, jika Fauzi mengemukakan usul. Sesekali menunjuk pada halaman buku yang terdapat pembahasan berkaitan dengan materi tugas. "Kamu sakit, Ndah?" Fauzi yang menyadari perbedaan sikap Indah, tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Siapa pun, yang melihat Indah menjadi pendiam, pasti akan merasa heran. "Euuh ... emmh ... nggak, Bang. Aku nggak apa-apa," jawab Indah berusaha menyembunyikan gugupnya. Namun, tak cukup dapat mengelabui Fauzi. Fauzi menatapnya lurus, seakan berusaha membaca apa yang ditutupi Indah di balik kegugupan sikapnya. Indah menjadi salah tingkah. Dikumpulkannya keberanian yang telah dibekalnya dari rumah untuk menghadapi Fauzi. Ditentangnya tatapan Fauzi, mencoba menyelami makna dari sorot matanya. "Bang, boleh aku bertanya sesuatu?" Indah berhasil melontarkan perkataan, yang selama ini terkunci di mulutnya. "Boleh. Tentang apa?" Fauzi balik bertanya. Belum sempat Indah mengutarakan kalimat-kalimat yang telah disusun dan direncanakannya sejak semalam, suara-suara gaduh merecokinya. "Udah beres belum, Teh?" Suara melengking Rani yang pertama tertangkap telinganya. Disusul suara yang lainnya. "Asiik ... dikerjain duet sama Bang Fauzi, hasilnya pasti lebih pol!" "Mana dong, aku lihat." Indah merasa malas menanggapi. "Kerjain masing-masing aja, ya. Nih, bukunya udah sedia. Tinggal dibaca aja." Indah merapikan buku-buku miliknya, dan bersiap meninggalkan perpustakaan. Ditelannya kembali gumpalan kata-kata yang baru saja siap diluncurkannya. Ini bukan saat yang tepat. Tak dihiraukannya Fauzi, yang terbengong menunggu dengan penasaran. Cikulur, 06 Maret 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga ada kesempatan untuk indah bicara

07 Apr
Balas

Ah dasar reni gandhi aja.

06 Apr
Balas

He hee ...

06 Apr



search

New Post